Hot Posts

6/recent/ticker-posts

BJ Habibie: Putra Terbaik Bangsa yang Terbang Menggapai Mimpi



Indonesia pernah memiliki seorang putra terbaik yang kecerdasannya melampaui batas dan dedikasinya tak terhingga, yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie, yang akrab disapa BJ Habibie. Ia bukan hanya seorang ilmuwan dan insinyur, melainkan juga seorang pemimpin yang visioner, yang jejaknya akan selalu dikenang dalam sejarah bangsa.

Latar Belakang dan Masa Muda

BJ Habibie lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, pada tanggal 25 Juni 1936. Ia adalah anak keempat dari delapan bersaudara pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. 

Sejak kecil, kecerdasannya sudah tampak menonjol. Ayahnya, seorang ahli pertanian, meninggal dunia saat Habibie berusia 14 tahun, sebuah peristiwa yang sangat membekas dalam dirinya dan memotivasinya untuk terus belajar dan berprestasi. Sang ibu kemudian mengambil peran penting dalam mendidik dan mendukung ambisi Habibie untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya.

Pendidikan dan Awal Karier di Jerman

Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Kristen Dago Bandung, Habibie memutuskan untuk melanjutkan studi di Jerman Barat pada tahun 1955. Ia memilih jurusan teknik penerbangan dengan spesialisasi konstruksi pesawat terbang di Rheinisch-Westfälische Technische Hochschule (RWTH) Aachen. Di sana, ia dikenal sebagai mahasiswa yang sangat rajin dan cerdas. Ia bekerja keras untuk menutupi biaya hidupnya, bahkan hingga bekerja sambilan di berbagai tempat.

Pada tahun 1960, ia meraih gelar Diplom-Ingenieur dengan predikat summa cum laude. Tak berhenti di situ, ia melanjutkan pendidikan doktoralnya dan meraih gelar Doktor-Ingenieur pada tahun 1965 dengan predikat summa cum laude pula.


Disertasinya yang berjudul "Pengembangan Teori Faktor Koreksi Lift pada Sayap Pesawat Terbang" menjadi landasan penting dalam dunia dirgantara.
Setelah lulus, Habibie memulai kariernya di Jerman. Ia bergabung dengan Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB), sebuah perusahaan dirgantara terkemuka di Jerman. Di sana, ia terlibat dalam berbagai proyek penting, termasuk pengembangan pesawat terbang seperti pesawat tempur canggih Transall C-160 dan pesawat angkut Dornier Do 31.

Kecerdasan dan inovasinya membuat kariernya melesat, dan ia bahkan mencapai posisi Vice President dan Direktur Teknologi di MBB, sebuah posisi yang sangat bergengsi bagi seorang warga negara asing.


Kehidupan Pribadi: Kisah Cinta yang Inspiratif

Di tengah kesibukannya berkarier dan meniti pendidikan, Habibie juga menemukan belahan jiwanya, Hasri Ainun Besari. Ainun adalah teman sekolahnya di SMA yang kemudian bertemu kembali di Jerman. Kisah cinta mereka adalah salah satu yang paling romantis dan menginspirasi. Mereka menikah pada 12 Mei 1962 di Bandung. 

Ainun adalah sosok yang selalu setia mendampingi dan mendukung Habibie dalam suka dan duka. Ia menjadi pondasi kuat bagi Habibie, memberikan ketenangan dan kebahagiaan di tengah hiruk-pikuk pekerjaannya. Pernikahan mereka dikaruniai dua putra, Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.

Puncak Karier: Mengabdi untuk Bangsa

Pada tahun 1973, atas panggilan Presiden Soeharto, Habibie pulang ke Indonesia. Ia kembali dengan satu misi: membangun industri dirgantara Indonesia. Awalnya ia diangkat sebagai penasihat khusus Presiden Soeharto di bidang teknologi pesawat terbang. 

Tak lama kemudian, pada tahun 1976, ia dipercaya menjadi Direktur Utama Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN), yang kini dikenal sebagai PT Dirgantara Indonesia. Di bawah kepemimpinannya, IPTN berkembang pesat dan mampu memproduksi pesawat terbang sendiri, seperti N-250 Gatotkaca, yang menjadi kebanggaan nasional.

Kariernya terus menanjak. Ia menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) selama 20 tahun, sejak tahun 1978 hingga 1998. Selama masa jabatannya, Habibie menginisiasi berbagai proyek strategis di bidang industri, teknologi, dan riset, dengan visi jangka panjang untuk menjadikan Indonesia negara industri yang maju. Ia juga menjadi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Puncak karier politiknya terjadi saat ia diangkat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia pada Maret 1998. Hanya dua bulan kemudian, di tengah gejolak reformasi, ia diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia ketiga pada tanggal 21 Mei 1998, menggantikan Presiden Soeharto yang mundur.

Sebagai Presiden, Habibie menghadapi tantangan besar. Ia berhasil memimpin Indonesia melewati masa transisi yang sulit, mengambil keputusan-keputusan krusial seperti reformasi hukum, kebebasan pers, dan pelaksanaan Pemilu yang demokratis. Ia juga berani mengambil langkah berani terkait Timor Timur yang kemudian memilih untuk merdeka melalui referendum. Meskipun masa jabatannya singkat, warisannya dalam meletakkan dasar-dasar demokrasi modern di Indonesia sangatlah besar.

Hari Tua dan Wafatnya

Setelah tidak lagi menjabat sebagai Presiden, Habibie kembali ke Jerman, namun tetap aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan intelektual. Ia mendirikan Habibie Center, sebuah lembaga nirlaba yang bergerak di bidang kajian dan pengembangan demokrasi, hak asasi manusia, dan teknologi. Ia juga banyak menulis buku, termasuk memoarnya yang terkenal, "Ainun dan Habibie," yang kemudian diadaptasi menjadi film layar lebar yang menyentuh hati.

Pada tahun 2010, ia harus menghadapi kehilangan terbesar dalam hidupnya, wafatnya sang istri tercinta, Ainun. Kehilangan ini sangat memukulnya, namun ia tetap tegar dan terus mendedikasikan dirinya untuk bangsa.


BJ Habibie wafat pada tanggal 11 September 2019 di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, pada usia 83 tahun. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi seluruh rakyat Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, berdampingan dengan makam Ainun.
BJ Habibie adalah contoh nyata seorang individu yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan bangsanya.

Kecerdasannya yang brilian, etos kerjanya yang tinggi, serta cintanya yang mendalam terhadap Indonesia menjadikannya salah satu tokoh paling inspiratif dalam sejarah modern Indonesia. Warisan pemikiran dan karyanya akan terus hidup dan menjadi inspirasi bagi generasi-generasi mendatang untuk terus berkarya demi Indonesia yang lebih baik.

Bagus Satriawan

Posting Komentar

0 Komentar