Mengenal sejarah bangsa tak akan lengkap tanpa menengok jasa para pahlawan dan perintisnya. Salah satu nama yang patut diukir tebal dalam lembar sejarah adalah Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo.
Sosok visioner yang menjadi arsitek dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) pertama. Perjalanan hidupnya adalah cerminan perjuangan panjang kemerdekaan dan pembangunan pondasi negara.
Masa Awal dan Pendidikan
Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo lahir di Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 7 Juni 1908. Ia berasal dari keluarga priyayi yang taat beragama dan berpendidikan.
Ayahnya adalah Raden Tjokrodiatmodjo, seorang patih di Bogor, sementara ibunya bernama R. A. Siti Narsinah. Lingkungan keluarga yang mendukung pendidikan menumbuhkan minat Soekanto muda pada ilmu pengetahuan.
Pendidikannya dimulai di Europeesche Lagere School (ELS) di Bogor pada tahun 1917, kemudian melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Jakarta, dan lulus dari Algemeene Middelbare School (AMS) di Yogyakarta. Setelah lulus AMS, Soekanto menunjukkan minatnya pada bidang hukum dan ketertiban.
Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Rechts Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1928, sebuah institusi bergengsi pada masanya yang membentuk pola pikirnya tentang keadilan dan penegakan hukum.
Karir di Masa Penjajahan Belanda
Soekanto memulai karirnya di kepolisian pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Ia bergabung dengan Korps Kepolisian pada tahun 1932, setelah lulus dari Rechts Hoge School. Dengan latar belakang pendidikan hukum yang kuat, ia ditempatkan di berbagai posisi strategis. Salah satunya adalah menjabat sebagai Komisaris Polisi di beberapa wilayah, termasuk Jakarta.
Meski bekerja di bawah pemerintahan kolonial, Soekanto dikenal sebagai pribadi yang profesional dan berintegritas. Ia memahami seluk-beluk sistem kepolisian modern yang dibawa oleh Belanda, namun pada saat yang sama, ia juga melihat ketidakadilan dan penindasan yang dialami rakyat pribumi.
Pengalaman ini membentuk pandangannya tentang bagaimana seharusnya sebuah institusi kepolisian bekerja, yaitu melayani dan melindungi rakyat, bukan menindasnya.
Karir di Masa Penjajahan Jepang
Ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, struktur pemerintahan dan kepolisian juga mengalami perubahan. Soekanto tetap berada dalam jajaran kepolisian, memanfaatkan posisinya untuk beradaptasi dan secara diam-diam mendukung gerakan nasionalis. Pada masa ini, ia menjabat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian Jakarta.
Di bawah pendudukan Jepang, kepolisian mengalami pelatihan yang lebih militeristik. Soekanto mampu menyerap ilmu dan strategi kepolisian yang baru, namun juga menggunakan kesempatan ini untuk menjalin kontak dengan para pejuang kemerdekaan.
Ia secara cerdas menyembunyikan aspirasi nasionalisnya di balik profesionalismenya, menunggu momentum yang tepat untuk berkontribusi pada perjuangan kemerdekaan.
Karir di Masa Kemerdekaan dan Jasa-jasanya
Momentum yang dinantikan Soekanto tiba pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Dalam suasana revolusi yang bergejolak, peran kepolisian menjadi krusial untuk menjaga stabilitas dan kedaulatan negara yang baru berdiri. Soekanto Tjokrodiatmodjo adalah salah satu tokoh kunci dalam perintisan organisasi kepolisian nasional.
Pada tanggal 29 September 1945, Presiden Soekarno mengangkat Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) yang pertama. Ini adalah momen bersejarah yang menandai lahirnya Kepolisian Nasional Indonesia.
Sebagai Kapolri pertama, Soekanto dihadapkan pada tugas yang maha berat: membangun institusi kepolisian dari nol di tengah perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Beberapa jasa utamanya antara lain:
• Peletak Dasar Organisasi Kepolisian:
Ia menyusun struktur organisasi kepolisian yang mandiri dan terlepas dari pengaruh militer, meletakkan fondasi bagi sistem kepolisian modern Indonesia. Ia percaya bahwa polisi harus sipil dan melayani masyarakat.
• Penggabungan Kekuatan Kepolisian:
Menghadapi berbagai laskar dan kekuatan kepolisian yang ada pada masa revolusi, Soekanto berhasil mengintegrasikan dan menyatukan mereka di bawah satu komando Kepolisian Negara.
• Perumusan Doktrin KeKepolisian:
Ia merumuskan doktrin dan etos kerja kepolisian yang berlandaskan Pancasila, menekankan pentingnya pelayanan kepada masyarakat, penegakan hukum yang adil, dan menjaga keamanan negara.
• Mengembangkan Sistem Pendidikan Kepolisian:
Soekanto menyadari pentingnya sumber daya manusia yang berkualitas. Ia merintis sekolah-sekolah kepolisian dan pusat pelatihan untuk menghasilkan personel polisi yang profesional.
Soekanto menjabat sebagai Kapolri hingga tahun 1959. Selama masa jabatannya, ia membimbing Kepolisian Republik Indonesia melewati berbagai tantangan, termasuk agresi militer Belanda dan pemberontakan di dalam negeri. Ia dikenal sebagai sosok yang teguh pada prinsip, berintegritas, dan sangat mencintai profesinya.
Hari-hari Akhir
Setelah mengakhiri masa jabatannya sebagai Kapolri, Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo tetap aktif berkontribusi bagi bangsa dan negara. Ia menjadi penasihat ahli di berbagai lembaga dan tetap menjadi figur yang dihormati di kalangan kepolisian. Dedikasinya pada bangsa dan negara tak pernah surut.
Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo berpulang pada tanggal 25 Agustus 1993, di usianya yang ke-85 tahun. Beliau dimakamkan satu liang lahat dengan istrinya di TPU Tanah Kusir, Jakarta. Kepergiannya meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi Kepolisian Republik Indonesia dan seluruh bangsa.
Jasa-jasa Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo sebagai peletak dasar dan arsitek Kepolisian Nasional Indonesia akan selalu dikenang. Ia adalah teladan bagi setiap insan Bhayangkara, mengingatkan bahwa tugas kepolisian adalah mengabdi kepada negara dan masyarakat, demi terwujudnya keadilan dan ketertiban.
Bagus Satriawan
Diolah dari berbagai sumber
0 Komentar