Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Lebih dari sekadar tanggal merah di kalender, hari ini adalah momen krusial untuk merenungkan kembali pondasi filosofis dan ideologis yang menyatukan kita sebagai bangsa. Di tengah dinamika zaman yang terus berubah, pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila menjadi semakin relevan dan mendesak.
Sejarah Singkat dan Makna Kelahiran Pancasila
Pancasila tidak lahir begitu saja, melainkan melalui proses pergulatan pemikiran dari para pendiri bangsa dalam mencari titik temu untuk membangun sebuah negara merdeka.
Sejak didirikan, BPUPKI yang merupakan badan persiapan kemerdekaan Indonesia melakukan sidang sebanyak dua kali. Sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. Sidang pertama BPUPKI dipimpin oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat bersama 12 anggotanya.
Sidang BPUPKI pertama membahas tentang rumusan dasar negara Indonesia. Ada tiga tokoh yang memaparkan rumusan dasar negara, yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.
Mohammad Yamin
Mohammad Yamin mengemukakan gagasannya tentang asas dan dasar negara Indonesia merdeka pada hari pertama sidang, 29 Mei 1945, yaitu peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Selain usulan secara lisan, Mohammad Yamin juga mengusulkan usulan secara tertulis dengan susunan:
* Ketuhanan Yang Maha Esa.
* Kebangsaan Persatuan Indonesia.
* Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
* Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
* Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Soepomo
Pada tanggal 31 Mei 1945, Soepomo juga mengusulkan asas dan dasar negara Indonesia, yaitu:
* Persatuan atau nasionalisme.
* Persatuan atau nasionalisme.
* Kekeluargaan.
* Takluk kepada Tuhan.
* Musyawarah.
* Keadilan rakyat.
Soekarno
Sedangkan pada tanggal 1 Juni 1945 pada sidang BPUPKI, Soekarno menyampaikan pidato monumental-nya dengan mengusulkan lima dasar negara, yang kemudian dinamakan Pancasila yang artinya lima dasar. Dengan urutan sebagai berikut:
* Kebangsaan Indonesia.
* Internasionalisme / peri kemanusiaan.
* Mufakat atau demokrasi.
* Kesejahteraan sosial.
* Ketuhanan yang berkebudayaan.
Atas usulan itu, Soekarno mengemukakan apabila dipandang perlu, lima dasar negara boleh diringkas menjadi tiga rumusan saja dengan sebutan Trisila, yaitu:
* Sosio-nasionalisme.
* Sosio-demokrasi.
* Ketuhanan.
Soekarno juga menyatakan bahwa Trisila dapat diperas lagi menjadi satu yang disebut Ekasila dan diidentikkan dengan istilah gotong royong. Ekasila berisi prinsip gotong royong yang bersifat dinamis dan menggambarkan suatu karya bersama.
Meskipun rumusan final Pancasila disepakati pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam pembukaan UUD 1945, namun pidato Soekarno 1 Juni 1945 menjadi tonggak penting karena mengemukakan gagasan dasar tentang falsafah hidup bangsa Indonesia.
Pancasila bukan sekadar kumpulan prinsip, melainkan sebuah cita-cita hidup berbangsa dan bernegara yang mengakomodasi keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan di Indonesia.
Relevansi Pancasila di Era Modern
Di era globalisasi dan digitalisasi, tantangan terhadap Pancasila semakin kompleks. Munculnya ideologi transnasional, merebaknya polarisasi sosial, dan terkikisnya rasa kebersamaan menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua.
Oleh karena itu, peringatan Hari Lahir Pancasila harus menjadi momentum untuk:
* Memperkuat Persatuan dalam Keberagaman:
Indonesia adalah negara majemuk. Pancasila, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, menjadi perekat yang tak tergantikan. Pengamalan sila Persatuan Indonesia menuntut kita untuk selalu mengedepankan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan, serta menghargai setiap perbedaan sebagai kekayaan.
* Menjunjung Tinggi Demokrasi dan Musyawarah Mufakat:
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan mengingatkan kita bahwa demokrasi bukan hanya tentang suara terbanyak, tetapi juga tentang musyawarah untuk mencapai mufakat. Penting bagi kita untuk terus mengembangkan budaya dialog, menghargai perbedaan pendapat, dan mencari solusi terbaik secara kolektif.
* Mewujudkan Keadilan Sosial:
Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah panggilan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur tanpa diskriminasi. Ini berarti negara dan seluruh elemen masyarakat harus terus berupaya mengurangi kesenjangan ekonomi, memastikan akses yang sama terhadap pendidikan dan kesehatan, serta menjamin hak-hak setiap warga negara.
* Menjaga Nilai-nilai Kemanusiaan dan Ketuhanan:
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menekankan pentingnya menghormati martabat setiap individu, menolak segala bentuk kekerasan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai universal.
Sementara itu, sila Ketuhanan Yang Maha Esa menegaskan bahwa keberagaman agama di Indonesia harus dihormati dan menjadi landasan moral dalam berkehidupan. Ini bukan tentang memaksakan satu keyakinan, melainkan tentang toleransi dan hidup berdampingan secara damai.
Tantangan dan Harapan
Meskipun Pancasila adalah fondasi yang kokoh, tantangan dalam mengaktualisasikan nilai-nilainya masih besar. Literasi Pancasila, terutama di kalangan generasi muda, perlu terus ditingkatkan. Ancaman radikalisme, intoleransi, dan disinformasi harus dilawan dengan pemahaman yang mendalam tentang Pancasila sebagai ideologi yang inklusif dan terbuka.
Peringatan Hari Lahir Pancasila bukan hanya seremonial belaka. Ini adalah kesempatan untuk melakukan refleksi kolektif, mengevaluasi sejauh mana kita telah mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, dan merumuskan langkah-langkah konkret untuk menguatkannya di masa depan.
Mari kita jadikan 1 Juni sebagai pengingat abadi bahwa Pancasila adalah rumah kita bersama, ideologi pemersatu yang harus terus kita jaga, rawat, dan amalkan demi Indonesia yang lebih maju, adil, dan sejahtera.
Salam Pancasila
MERDEKA!
Bagus Satriawan
0 Komentar