PONOROGO (WM) - Di tengah kegelapan penjajahan yang mencengkeram bumi pertiwi, muncullah seorang tokoh pendidik yang gigih dan visioner: Ki Hajar Dewantara. Lebih dari sekadar seorang guru, beliau adalah arsitek pendidikan nasional, pejuang kemerdekaan melalui pena dan gagasan, serta Bapak Pendidikan Indonesia yang namanya akan terus dikenang sepanjang masa.
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, nama kecil beliau, lahir dalam lingkungan bangsawan yang memberikannya kesempatan untuk mengenyam pendidikan Barat. Namun, alih-alih terlena dalam kemewahan dan kekuasaan, hatinya justru tergerak oleh penderitaan dan ketidakberdayaan rakyat jelata akibat sistem pendidikan kolonial yang diskriminatif. Beliau merasakan betul bagaimana pendidikan hanya menjadi привилегия (hak istimewa) bagi segelintir elite, sementara mayoritas anak bangsa terpinggirkan dan buta aksara.
Semangat perlawanan Ki Hajar Dewantara menemukan momentumnya melalui dunia jurnalistik. Tulisan-tulisannya yang tajam dan penuh kritik terhadap kebijakan pemerintah kolonial, terutama dalam artikel "Als ik een Nederlander was" (Seandainya Aku Seorang Belanda), menggemparkan dan membangkitkan kesadaran nasional. Akibatnya, beliau bersama Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo diasingkan ke Belanda. Pengasingan ini, alih-alih mematahkan semangatnya, justru menjadi ladang subur untuk menimba ilmu dan mengembangkan gagasan-gagasan pendidikan yang revolusioner.
Sekembalinya ke tanah air, Ki Hajar Dewantara tidak lagi berjuang melalui pena semata. Beliau mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa pada tanggal 3 Juli 1922. Lembaga pendidikan ini menjadi antitesis dari sistem kolonial, mengedepankan pendidikan yang humanis, merakyat, dan berorientasi pada pembentukan karakter serta kemandirian peserta didik.
Tiga semboyan Tamansiswa yang আজও relevan dan menjadi landasan pendidikan nasional adalah:
* Ing ngarsa sung tuladha: Di depan, seorang pendidik harus mampu memberikan teladan yang baik.
* Ing madya mangun karsa: Di tengah, seorang pendidik harus mampu membangkitkan semangat dan prakarsa peserta didik.
* Tut wuri handayani: Di belakang, seorang pendidik harus mampu memberikan dorongan dan arahan.
Konsep "Merdeka Belajar" yang kini digaungkan dalam sistem pendidikan Indonesia sesungguhnya telah diinisiasi oleh Ki Hajar Dewantara sejak dahulu. Beliau meyakini bahwa pendidikan harus membebaskan peserta didik dari segala bentuk tekanan dan paksaan, memberikan ruang bagi mereka untuk mengembangkan potensi diri sesuai dengan minat dan bakatnya. Pendidikan bukan hanya tentang transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang pembentukan budi pekerti luhur, rasa cinta tanah air, dan semangat gotong royong.
Jasa-jasa Ki Hajar Dewantara dalam memajukan pendidikan Indonesia sangatlah besar. Beliau tidak hanya meletakkan fondasi filosofis dan praktis bagi sistem pendidikan nasional, tetapi juga menginspirasi generasi-generasi pendidik untuk terus berjuang demi mencerdaskan kehidupan bangsa.
Penetapan tanggal kelahirannya, 2 Mei, sebagai Hari Pendidikan Nasional adalah bentuk penghormatan dan pengakuan atas kontribusi beliau yang tak ternilai harganya.
Sebagai warisan abadi, gagasan-gagasan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan yang humanis, merdeka, dan berpihak pada peserta didik harus terus kita lestarikan dan implementasikan. Di era globalisasi dan tantangan zaman yang semakin kompleks, semangat "Tut Wuri Handayani" harus menjadi panduan bagi setiap insan pendidik dalam membimbing generasi penerus bangsa menuju masa depan yang gemilang. Ki Hajar Dewantara telah tiada, namun pelita pendidikannya akan terus menyinari jalan kemajuan bangsa Indonesia.
Bagus Satriawan
0 Komentar