PONOROGO (Warta Mothik) - Cuaca dingin dan angin yang berhembus kencang dirasakan di wilayah Ponorogo dan sekitarnya pada Juli 2025 disebabkan oleh beberapa faktor meteorologi yang alami dan umum terjadi selama musim kemarau. Berikut adalah penyebab utamanya berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan sumber terkait:
1. Angin Monsun Australia (Monsun Timur):
Pada bulan Juli, angin monsun timur yang bertiup dari Australia membawa massa udara kering dan dingin ke Indonesia. Angin ini berasal dari wilayah Australia yang sedang mengalami musim dingin, sehingga suhu udara yang dibawa cenderung lebih rendah. Fenomena ini sering disebut sebagai "bediding" di Jawa, yaitu kondisi ketika suhu pagi atau malam hari terasa lebih dingin selama musim kemarau.
2. Kurangnya Tutupan Awan:
Selama musim kemarau, tutupan awan biasanya berkurang, terutama pada malam hari. Hal ini menyebabkan radiasi panas dari permukaan bumi terlepas ke atmosfer tanpa hambatan, sehingga suhu udara menurun signifikan, terutama di malam dan pagi hari. Kondisi ini lebih terasa di daerah dataran tinggi seperti Dieng, Bromo, atau Lembang, di mana suhu bisa turun hingga 1°C di dini hari.
3. Kelembapan Udara Rendah:
Udara kering yang dibawa oleh monsun Australia memiliki kadar uap air yang rendah. Uap air biasanya membantu menahan panas di atmosfer, tetapi dengan kelembapan rendah, panas lebih mudah terlepas, menyebabkan udara terasa lebih dingin, terutama di wilayah pegunungan atau dataran tinggi.
4. Faktor Geografis dan Topografis:
Wilayah dengan ketinggian lebih tinggi, seperti pegunungan atau dataran tinggi (contohnya seputar kaki pegunungan Wilis dan Lawu), cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembapan yang lebih rendah. Selain itu, angin yang tenang pada malam hari menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan bumi.
5. Bukan Disebabkan oleh Aphelion:
Meskipun fenomena Aphelion (ketika Bumi berada pada titik terjauh dari Matahari pada sekitar 7 Juli 2025) sering dikaitkan dengan cuaca dingin, BMKG menegaskan bahwa Aphelion tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap suhu udara di permukaan bumi. Cuaca dingin lebih disebabkan oleh dinamika atmosfer regional seperti monsun Australia, bukan fenomena astronomis.
6. Kondisi Musim Peralihan:
Indonesia saat ini berada pada musim peralihan menuju puncak musim kemarau (Juli-Agustus). Hanya sekitar 25-30% wilayah Indonesia yang telah memasuki musim kemarau penuh, sehingga beberapa wilayah masih mengalami hujan ringan hingga lebat akibat dinamika atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO) atau gelombang Rossby. Hujan ini juga dapat menyebabkan pendinginan permukaan.
Catatan Tambahan:
- Fenomena ini diperkirakan berlangsung hingga puncak musim kemarau, sekitar Juli hingga Agustus 2025, dan mungkin hingga September di beberapa wilayah.
- Suhu dingin lebih terasa di wilayah dataran tinggi, bahkan bisa mencapai di bawah 15°C.
- BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap perubahan cuaca yang cepat, seperti hujan lebat disertai angin kencang, terutama di wilayah pulau Jawa bagian selatan.
Bagus Satriawan
dirangkum dari berbagai sumber*
0 Komentar