Lahir di Cirebon pada tanggal 18 Mei1907, Affandi Koesoema menjelma menjadi salah satu ikon seni lukis modern Indonesia yang paling berpengaruh dan diakui secara internasional. Lebih dari sekadar pelukis, Affandi adalah seorang revolusioner dalam berekspresi, seorang humanis yang menuangkan gejolak jiwa dan pengamat kehidupan yang tajam ke dalam setiap goresan catnya.
Masa Awal dan Pendidikan:
Meskipun bakat seninya telah terlihat sejak muda, jalan Affandi menuju dunia seni rupa tidaklah konvensional. Ia sempat mengenyam pendidikan di HIS (Hollandsch-Inlandsche School) dan melanjutkan ke AMS-B (Algemeene Middelbare School B), namun panggilan jiwa pada seni lukis akhirnya membawanya untuk menekuni bidang ini secara otodidak. Keputusannya ini menunjukkan keberanian dan keyakinan pada insting artistiknya, sebuah ciri khas yang akan terus mewarnai perjalanan karirnya.
Perjalanan Artistik dan Ciri Khas:
Karier melukis Affandi mulai menanjak pada era 1930-an. Bersama dengan seniman-seniman seperti S. Sudjojono, Hendra Gunawan, dan Kartono Yudhokusumo, ia mendirikan kelompok "Lima Bandung" yang memiliki semangat modern dan progresif dalam seni lukis Indonesia. Kelompok ini menolak estetika Mooi Indie yang dianggap terlalu romantis dan kurang relevan dengan realitas sosial dan politik kala itu.
Affandi kemudian mengembangkan gaya lukis yang sangat personal dan unik, yang seringkali dikategorikan sebagai ekspresionisme. Ia dikenal dengan teknik melukis langsung dari tubenya, tanpa menggunakan kuas secara konvensional. Cat langsung dipencetkan ke atas kanvas, kemudian diratakan dan dibentuk dengan jari-jemari, telapak tangan, bahkan terkadang dengan gagang kuas. Teknik ini menghasilkan tekstur yang kuat, goresan yang dinamis, dan warna-warna yang intens, mencerminkan emosi dan vitalitas yang ingin ia sampaikan.
Subjek lukisan Affandi sangat beragam, mulai dari potret diri yang ekspresif, pemandangan alam Indonesia yang dramatis, kehidupan sehari-hari masyarakat kecil, hingga tema-tema perjuangan dan kemanusiaan. Potret dirinya menjadi salah satu ciri khas karyanya, di mana ia merekam perubahan fisik dan gejolak batinnya dari waktu ke waktu. Melalui potret-potret tersebut, Affandi seolah mengajak penonton untuk berdialog tentang eksistensi dan perjalanan hidup.
Pengakuan Internasional:
Keunikan dan kekuatan ekspresi dalam karya-karya Affandi tidak hanya diakui di Indonesia, tetapi juga di kancah internasional. Ia aktif mengikuti berbagai pameran di luar negeri, termasuk di Eropa, Asia, dan Amerika Latin. Penghargaan demi penghargaan pun diraihnya, mengukuhkan posisinya sebagai salah satu pelukis terkemuka dunia. Pada tahun 1950-an, ia menjadi pelukis Indonesia pertama yang berpameran tunggal di Eropa.
Filosofi dan Warisan:
Affandi memiliki filosofi seni yang mendalam. Baginya, melukis adalah sebuah kebutuhan, sebuah cara untuk berkomunikasi dan merefleksikan kehidupannya serta dunia di sekitarnya. Ia pernah mengatakan, "Saya melukis karena saya tidak bisa menulis, saya tidak bisa menari." Ungkapan ini menunjukkan bahwa seni lukis adalah bahasa utamanya, medium yang paling tepat untuk menyampaikan apa yang ada di dalam benaknya.
Warisan Affandi bagi seni rupa Indonesia sangatlah besar. Ia tidak hanya meninggalkan ribuan karya lukis yang tak ternilai harganya, tetapi juga menginspirasi generasi seniman setelahnya untuk berani bereksplorasi dan mengembangkan gaya personal mereka. Rumah sekaligus studionya di Yogyakarta, yang kini menjadi Museum Affandi, adalah bukti nyata dedikasinya pada seni dan menjadi pusat bagi para pecinta seni.
Akhir Hayat:
Setelah menorehkan jejak yang tak terhapuskan dalam dunia seni rupa, Affandi Koesoema menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 23 Mei 1990 di Yogyakarta. Kepergiannya meninggalkan duka yang mendalam bagi dunia seni, namun karya-karyanya akan terus hidup dan menginspirasi lintas generasi.
Affandi Koesoema adalah lebih dari sekadar seorang pelukis. Ia adalah seorang pemikir, seorang pengamat kehidupan, dan seorang maestro yang dengan keberanian dan kejujurannya telah memperkaya khazanah seni rupa Indonesia dan dunia. Goresan-goresan ekspresifnya akan terus menjadi saksi bisu tentang semangat zaman, emosi manusia, dan keindahan yang abadi.
0 Komentar