Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, baru saja berhasil membawa daerahnya mendunia setelah Ponorogo ditetapkan sebagai Kota Kreatif UNESCO untuk kategori budaya rakyat (folk art and culture).
Saya mengenal lama Sugiri. Pernah bersama-sama merintis surat kabar Duta Masyarakat Baru. Koran hasil kerja sama PBNU dengan Jawa Pos di awal reformasi. Sebelum diambil alih almarhum Cak Anam yang kemudian diubah menjadi Koran Duta.
la menjadi manajer iklan. Yang bertanggung jawab mengurus bisnisnya koran. Saya direktur bayangan. Sebab, nama saya tak tercantum di akta perusahaan maupun masthead koran.
Saat itu saya diminta bos Jawa Pos Dahlan Iskan. Karena dianggap yang paling dekat dengan para tokoh NU. Saya baru tahu belakangan kenapa tak boleh ada dalam struktur. Karena ditarik lagi ke Surabaya setelah tiga bulan.
Pimpinan koran Duta Masyarakat Baru adalah para tokoh puncak NU. Ada KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan KH A Mustofa Bisri (Gus Mus), Juga, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), mantan wakil gubernur Jatim dan wali kota Pasuruan serta kini menteri sosial RI.
Koran itu memang tak berumur panjang bersama Jawa Pos. Namun, Sugiri ikut mengelola koran itu lebih lama daripada saya. Mungkin sampai ia menjadi anggota DPRD Jatim, la juga pernah menjadi pengusaha event organizer (EO) sebelum terjun ke politik.
Sebagai orang media-apalagi bagian iklan-pasti superkreatif. Apalagi, pernah menekuni dunia pertunjukan yang butuh kreativitas tinggi, la biasa membikin acara seru. Bayangkan, gaya berpikir EO dibawa ke pemerintahan. Hasilnya banyak festival di mana-mana, anak muda berkreasi tanpa batas, UMKM naik kelas, dan reog jadi makin mendunia.
la orang media dan EO sejati yang kreatif mesti telah menjadi bupati. Bedanya, dulu panggungnya di lapangan. Kini panggungnya seluruh Kabupaten Ponorogo.
Keberhasilan Ponorogo adalah buah dari model kepemimpinan yang lahir dari jiwa kreator. Sugiri bukan sekadar birokrat yang pandai mengatur anggaran. Tapi, juga "creative storyteller". Seorang yang mampu membangun narasi dan kebanggaan lokal menjadi modal sosial yang produktif.
la mencerminkan imajinatif governance. Bentuk kepemimpinan yang menggabungkan empati sosial, kemampuan komunikasi massa, dan kreativitas dalam membangun identitas daerah.
Seperti sutradara yang menata aktor sosial, komunitas, hingga narasi publik agar Ponorogo tampil "hidup" di panggung nasional dan global.
la paham bahwa Ponorogo tak bisa bersaing lewat industri besar atau infrastruktur megah, la justru menjadikan budaya lokal (reog) sebagai basis ekonomi kreatif, memperkuat ekosistem seniman, UMKM, dan pariwisata budaya.
Festival dan branding kultural tak lagi bersifat seremonial. Tapi, menjadi instrumen pembangunan. la menjadikan media sosial, kolaborasi lintas sektor, dan diplomasi kebudayaan untuk menegaskan identitas Ponorogo sebagai pusat seni rakyat yang relevan dengan dunia modern.
Sugiri disebut sebagai "seniman pemerintahan", ia berangkat dari narasi dan emosi publik. Ia menggerakkan masyarakat lewat semangat dan kebanggaan identitas.
Masa depan kepemimpinan daerah membutuhkan sosok bupati hybrid. Kepala daerah dengan multikompetensi: manajer, kreator, dan kolaborator. Bukan sekadar pandai mengatur anggaran seperti birokrat klasik. Apalagi, hanya jago kampanye seperti politikus murni.
Disadur dari tulisan Arif Affandi
(Jurnalis & Mantan Wawali Kotamadya Surabaya)
Social Plugin